Rabu, 22 Mei 2013
Uwais Al Qarni - majhulun fil ardh masyhurun fissama'-
--tak dikenal di bumi namun mashur di langit--
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru,
rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya,
tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua
helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk
selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan
tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda
dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua
renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi
kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu,
bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin
dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya
sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan
buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam
harinya.
Uwais
al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar
seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan
yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan
Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati
Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah
memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi
Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah
tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah
sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah.
Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu
para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan
kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak
punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang
ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di
ceritakan ketika terjadi Pertempuran
Uhud Rasulullah SAW
mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya.
Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu
hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau
SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan
kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam
lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat
menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?
Tapi,
bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega
ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk
berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi
SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar
permohonan anaknya.
Beliau
memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah
Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali
pulang". Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada
tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah
berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang
berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang
luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin
di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya
paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di
kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu
sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW,
sambil menjawab salam Uwais.
Segera
saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW
tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang
perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di
rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari
medan perang.
Tapi,
kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya
yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,"
Engkau harus lekas pulang".
Karena
ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan
kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan
terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk segera pulang ke
negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang
dengan perasaan haru.
Sepulangnya
dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang
mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang
taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para
sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah Fathimah a.s., memang benar ada
yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah
tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah
SAW bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais
al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak
tangannya." Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada Imam Ali bin Abi
Thalib a.s. dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu ketika, apabila
kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni
langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun
terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah diestafetkan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika,
khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang
penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali a.s.
untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman,
beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka.
Di
antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang
terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari
Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang
dagangan mereka.
Suatu
ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin
Khattab dan Imam Ali a.s. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut
bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang
menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar
jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya
di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali a.s.
memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah
mengakhiri salatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil
bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais,
untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi SAW. Memang benar! Dia penghuni langit.
Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara?
"Abdullah", jawab Uwais.
Mendengar
jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah,
yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian
berkata, "Nama saya Uwais al-Qorni".
Dalam
pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah
sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu.
Akhirnya, Khalifah Umar dan Imam Ali a.s. memohon agar Uwais berkenan mendo'akan
untuk mereka.
Uwais
enggan dan dia berkata kepada khalifah, "Sayalah yang harus meminta do'a
kepada kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, "Kami
datang ke sini untuk mohon do'a dan istighfar dari anda".
Karena
desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya,
berdo'a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk
menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya
hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba
yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".
Setelah
kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada
seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang
berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa
disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak
menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan
kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang
mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa
terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah, tolonglah
kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, "Demi
Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu
menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa
yang terjadi ?"
"Tidakkah
engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah
diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami
telah melakukannya."
"Keluarlah
kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami
pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu
jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam,
sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu
orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban
asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah
nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais
al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian
kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut
adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika
Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada
orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"Ya,
"jawab kami. Orang itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu
berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke
permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di
Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di
Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa
waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya,
pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana
sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian
pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada
orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju
ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan
Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut
mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku
bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh
Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais
al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)
Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal
berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah
seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak
ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ
selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal,
hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah
sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus
jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa
"Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di
langit.
oleh:wikipedia
Author: Mohammad
Mohammad is the founder of STC Network which offers Web Services and Online Business Solutions to clients around the globe. Read More →
Related Posts:
Kisah Hikmah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments: